Senin, 29 Januari 2018

Gambar terkait




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Realitas sosial terbentuknya sebuah masyarakat adalah konsekuensi lanjutan dari terbentuknya komunitas. Artinya adanya masyarakat hukum yang kemudian membentuk batas-batas wilayah hukum berasal mulai dari eksisnya sebuah komunitas sosial sebelumnya yang dalam kekinian disebut sebagai masyarakat adat.
Aspek terpenting yang harus diketahui dan disadari oleh pihak-pihak yang ingin memahami permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat adalah kenyataan tentang keragaman mereka. Keragaman ini dapat dilihat dari segi budaya, agama dan atau kepercayaan, serta organisasi ekonomi dan sosial. Di Indonesia, kita seharusnya merasa beruntung dengan adanya masyarakat-masyarakat adat yang barangkali berjumlah ribuan kelompok. Keberadaan mereka merupakan suatu kekayaan bangsa karena artinya ada lebih dari seribu ragam ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan. Ada lebih dari seribu bahasa yang telah dimanfaatkan dan dapat membantu pengembangan khasanah bahasa Indonesia dan masih banyak lagi hal lain yang bisa mereka sumbangkan. Kepemimpinan (Leadership) merupakan sebuah fenomena yang multi kompleks. Didalamnya tidak hanya mengandung unsur dimensi sosial, politik, ekonomi, budaya tetapi juga mencakup dimensi pyskologis yang menempatkan faktor pengelolaan emosi pada posisi yang cukup stategis.
Kepemimpinan adalah sebuah realitas sosial politik yang telah ada semenjak peradaban manusia terbentuk. Dalam konteks yang paling sederhana, kepemimpinanan mulai terbentuk ketika peradaban manusia mulai mengenal kehidupan berkelompok, walaupun dalam jumlah yang sangat terbatas untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Dalam konteks kehidupan moderen, makna kepemimpinan mempunyai arti yang semakin luas dengan aplikasi yang semakin melebar mengikuti dinamika kehidupan di masyarakat. Ada kepemimpinan yang bersifat formal dan informal. Kepemimpinan dalam rumah tangga sampai ke masalah Negara. Pendek kata, paradigma kepemimpinan lambat laun telah menjadi sebuah komoditi sosial, politik dan ekonomi yang bernilai tinggi. Oleh sebab itu, dalam konteks transparansi, demokratisasi dan persaingan yang semakin terbuka lebar, maka kapasitas kemampuan (ability) dan kecakapan (capability) memimpin, menjadi tolak ukur utama agar seseorang dapat meraih kesuksesan. Kemampuan dan kecakapan, tidak hanya mencakup kapasitas intelektual saja tetap mencakup pula kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar (kemasyarakatan) sehingga seseorang dapat melihat hambatan sebagai sebuah tantangan dan tantangan sebagai sebuah peluang (opportunity). Kehidupan moderen yang multi komplek dan multi kultur seperti sekarang ini, telah mendorong setiap pemimpin untuk lebih perduli dan memberikan perhatian khsusus pada masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sosial kemasyarakatan, dalam upaya untuk menunjang dan mendorong kesuksesan karir seorang pemimpin. Seorang pemimpin dituntut untuk lebih mampu beradaptasi, berinteraksi secara positif dan konstruktif sehingga kapasitas dan kapabilitasnya dapat diberdayakan secara maksimal dann multi
guna.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Apakah yang dimaksud dengan aktivitas sosial dan apakah antara aktivitas sosial, pengorganisasian dan kepemimpinan itu berkaitan atau berhubungan satu sama lain
1.3 TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui tentang aktivitas sosial dan hubungan antara aktivitas sosial dengan kepemimpinan dan pengorganisasian














BAB II
PEMBAHASAN


2.1 PENGORGANISASIAN KOMUNITAS
Pengorganisasian komunitas adalah pengembangan komunitas yang menekankan pada pembangunan kesadaran kritis anggotanya dan penggalian potensi komunitas sehingga dapat muncul suatu organisasi yang mampu menjangkau seluruh lapisan komunitas. Organisasi tersebut memiliki tujuan penguatan anggotanya, peningkatan kualitas hidup anggotanya , dan pembangunan organisasi yang memiliki karakter solidaritas yang kuat, partisipatif, responsif, kritis, sistematis dan berkelanjutan . Pengorganisasian komunitas juga mendorong keterlibatan komunitas untuk melakukan perubahan sosial di bidang politik, ekonomi, dan budaya yang selama ini menindas dan menghisap kehidupan mereka.
*   PENGERTIAN KOMUNITAS
Soedjono Dirdjosisworo (1985) menyebut komunity sebagai masyarakat setempat, artinya kelompok sosial yang memenuhi kriterianya, yaitu terjalin hubungan timbal balik dalam pergaulan hidup di mana mereka mengadakan interaksi, interelasi dan komunikasi sosial. Pengertian ini kemudian dirumuskan bahwa masyarakat setempat adalah suatu wadah dan wilayah kehidupan kelompok yang ditandai adanya hubungan sosial dalam derajat tertentu yang dilengkapi dengan batas-batas tempat tinggal dan perasaan sosial yang tumbuh di dalamnya yang menumbuhkan nilai-nilai, norma-norma yang ditentukan oleh kehidupan pergaulan masyarakat itu. Soerjono Soekanto (1983) menjelaskan bahwa realita sosial bersifat statis atau kenyataan yang membeku, sehingga dapat dilihat tatanan dari berbagai bagian tubuhnya yang berbentuk struktur.
Dalam kehidupan masyarakat dalam pengertian komunitas terdapat ikatan solidaritas antar individu. Ikatan solidaritas ini biasanya ditentukan oleh kesamaan-kesamaan tertentu, seperti asal daerah yang mencakup kesamaan dalam hal perasaan, adat istiadat, bahasa, norma-norma sosial, dan cara-cara hidup bersama pada umumnya. Komunitas dapat juga disebut sebagai kelompok primer, yaitu kehidupan masyarakat atau kelompok sosial, di mana hubungan antara anggotanya bersifat langsung (face to face) dan sangat dekat, erat dan intim. Komunitas mempunyai ciri khusus yang merupakan garis tengah antara sudut pandang statis dan sudut pandang dinamis. Meskipun pada sudut pandang yang dinamis dapat disebut sebagai masyarakat kepentingan, akan tetapi ia bukan merupakan terjemahan letter lux dari pada pengertian
sentiment, melainkan ia juga dibatasi oleh unsur waktu dan lokasi (tempat). Hasan Sadilly menyatakan bahwa syarat yang masih bisa dipertahankan sebagai ciri community adalah "...kemutlakan kebutuhan hidupnya, dimana anggota-anggotnya hanya mencari kepuasan tertentu saja berdasarkan adat kebiasaan dan sentiment (faktor primer), kemudian diikuti atau diperkuat pula oleh faktor lokalitas (faktor sekunder).
Sesuai dengan konsep sosiologis yang menyatakan bahwa manusia itu tidak hidup sendiri, maka syarat mutlak bagi manusia dalam hidupnya adalah sebagai makhluk sosial. Manusia baru bisa berarti dalam hidupnya kalau ia bukan sekedar oknum atau sebagai human being belaka, yaitu bukan sekedar dalam arti biologis, tetapi dapat berfungsi sebagai manusia yang mampu hidup bermasyarakat dan berkebudayaan. Manusia dalam hidupnya sangat tergantung pada keberadaan orang lain, dengan harapan dapat memperkuat langkah perjuangan hidupnya antar sesama anggota yang memiliki nasib yang relatif sama. Cara berpikir komunitas semacam ini pada umumnya cenderung bertindak secara suka rela, dan pasrah pada kenyataan yang hadir dalam kehidupan bersama mereka. Kehidupan komunitas dalam pengertian primer group pada umumnya kurang mampu menolak nasib, pandangan terhadap tradisi relatif lebih kuat, terutama pada golongan oran-orang yang telah berumur, sehingga relatif sulit pula untuk menerima ide-ide baru dan perubahan. Kenyataan ini merupakan bagian penyebab mengapa komunitas sulit diarahkan kepada pemikiran yang lebih ekonomis dan rasional. Begitupun mengenai alat komunikasi, masih tergolong tradisional. Biasanya komunikasi didasarkan pada berita-berita yang menyebar dari mulut ke telinga, yang pada umumnya kurang terjamin kebenarannya.





*   PRINSIP – PRINSIP PENGORGANISASIAN KOMUNITAS

Prinsip – prinsip pengorganisasian adalah pandangan dan sikap organizer yang dijadikan pijakan dalam melihat realitas komunitas dan bagaimana dia bekerja untuk menghadapinya.

Pengorganisasian Terpadu
Pengorganisasian harus memperhatikan segi sosial, politik, ekonomi, budaya dan lingkungan sebagai bagian integral komunitas. Setiap aktivitas pengorganisasian harus memperhatikan keseluruhan hal itu secara integral
• Solidaritas
Pengorganisasian komunitas senantiasa menumbuhkan semangat solidaritas dalam komunitas.
• Pemberdayaan
Seorang organizer perlu menyadari struktur penindasan dalam masyarakat dan komunitas yang terbentuk dari ketimpangan relasi kekuasaan, ekonomi, gender, ras, agama, etnis, pengetahuan, teknologi, bahasa, status sosial, dll . Dia juga harus mengenali karakter pribadinya yang juga terbentuk dalam struktur sosial seperti itu .
Pemberdayaan pada hakikatnya bermakna membebaskan komunitas dari penindasan struktural .
• Hak Asasi Manusia
Aktivitas pengorganisasian haruslah dilandasi hak- hak asasi manusia yang terdiri dari hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, hak anak, hak masyarakat adat dan hak perempuan.
• Kemandirian
Mengoptimalkan sumber daya komunitas dalam segala aktivitas pengorganisasian dilakukan sehingga tercapai budaya kemandirian.

• Berkelanjutan
Pengorganisasian haruslah berdasarkan prinsip berkelanjutan dan berperspektif jangka panjang.
• Partisipasi
Pengorganisasian haruslah senantiasa berupaya mengoptimalkan partisipasi anggota komunitas.
• Tanpa Kekerasan
Pengorganisasian berjalanan dalam kerangka aksi tanpa kekerasan, bukan hanya kekerasan fisik, tetapi kekerasan karena ketimpangan relasi kekuasaan.
• Musyawarah dan Konsensus
Setiap aktivitas pengorganisasian komunitas haruslah berangkat dari proses pembangunan konsensus bersama melalui musyawarah

2.2 PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Keberhasilan maupun kegagalan dari suatu organisasi, apakah perusahaan, lembaga pemerintah, rumah sakit, ataupun organisasi sosial lainnya, akan selalu dikaitkan dengan pemimpin dari organisasi dimaksud. Dengan kata lain, kepemimpinan merupakan unsur kunci dalam menentukan efektivitas maupun tingkat produktifitas suatu organisasi. Banyak definisi kepemimpinan yang dikemukakan para ahli, beberapa diantarnya dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Ordway Tead (dalam Kartini Kartono, 1994:49) Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2. George R. Terry (dalam Kartini Kartono, 1994:49) Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok.
3. K. Hemphill (dalam M. Thoha, 1996:227) Kepemimpinan adalah suatu inisiatif untuk bertidak yang menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam rangka mencari jalan pemecahan dari suatu persoalan bersama.
4. Prof. Kimball Young (dalam Kartini Kartono, 1994:50) Kepemimpinan adalah bentuk dominasi didasari kemauan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain unuk berbuat sesuatu, berdasarkan akseptasi atau penerimaan oleh kelompoknya dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi khusus.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat ditarik suatu pengertian bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi, menggeakkan, dan mengarahkan tingkah laku orang lain atau kelompok untuk mencapai tujuan kelompok dalam situasi tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut diatas unsur-unsur yang ada pada kepemimpinan menurut Hadari Nawawi (1995:15) adalah:
1. Adanya seseorang yang berfungsi memimpin, yang disebut pemimpin.
2. Adanya oang lain yang dipimpin.
3. Adanya kegiatan menggerakkan orang lain, yang dilakukan dengan mempengaruhi dan mengarahkan perasaan, pikiran, dan tingkah lakunya.
4. Adanya tujuan yang hendak dicapai, baik yang dirumuskan secara sitematis maupun bersifat sukarela.
5. Berlangsung berupa proses didalam kelompok atau organisasi, baik besar maupun kecil, dengan banyak maupun sedikit orang yang dipimpin.
Untuk dapat mempengaruhi, menggerakkan, dan mengarahkan orang lain, pemimpin membutuhkan kemampuan dan ketarampilan serta sifat-sifat yang memadai untuk melaksanakan kegiatnnya. Sehubungan dengan hal tersebut Ordway Tead (dalam Kartini Kartono, 1994:38) mengemukakan kemampuan dan sifat pemimpin sebagai berikut:
1. Energi jasmani dan mental, yaitu pemimpin mempunyai daya tahan, keuletan, kekuatan atau tenaga yang istimewa. Demikian juga didukung dengan semangat juang, motivasi kerja, disiplin, dan kesabaran.
2. Kesadaran akan tujuan dan arah, yaitu pemimpin memiliki keyakinan yang teguh akan kebenaran dan kegunaan dari semua perilaku yang dikerjakan pemimpin tahu persis kemana arah yang akan ditujunya dan memberi manfaat bagi dirinya dan kelompok.
3. Antusiasme, yaitu pekerjaan yang dilakukan dan tujuan yang akan dicapai membangkitkan, optimisme, dan semangat besar pada pribadi pemimpin maupun anggota kelompok.
4. Keramahan dan kecintaan, yaitu kasih sayang dan dedikasi pemimpin bisa menjadi tenaga penggerak yang positif untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang menyenangkan bagi semua pihak. Sedangkan keramahan juga memberikan pengaruh pemimpin dalam mencapai tujuan.
5. Integritas, yaitu dengan segala ketulusan hati dan kejujuran, pemimpin memberikan ketauladanan, agar dia patuhi dan diikuti oleh anggota kelompoknya.
6. Penguasaan teknis, yaitu pemimpin harus memiliki satu atau beberapa kemahiran teknis tertentu, agar ia mempunyai kewibawaan dan kekuasaan untuk memimpin kelompoknya.
7. Ketegasan dalam mengambil keputusan, yaitu mengambil keputusan secara tepat, tegas, dan cepat sebagai hasil dari kearifan dan pengalamannya.
8. Kecerdasan, yaitu kemampuan pemimpin untu melihat dan mematuhi dengan baik, mengerti sebab dan akibat kejadian, menemukan hal-hal yang krusial, dan cepat menemukan cara-cara penyelesaiannya dalam waktu yang singkat.
9. Keterampilan mengajar, yaitu pemimpin harus mampu menuntun, mendidik, mengarahkan, mendorong, dan menggerakkan anak buahnya atau anggotanya untuk berbuat sesuatu.
10. Kepercayaan, yaitu bahwa para anggota pasti dipimpin dengan baik, dipengaruhi secara positif dan diarhkan pada sasaran-sasaran yang benar.
Kepemipinan merupakan sebuah gejala sosial politik yang hampir dapat kita temui dalam
setiap komunitas dan di artikan dalam berbagai definsi yang relatif berbeda. Dalam
sebuah buku karangan Pamudji, misalnya pemimpin (leader) mengandung beberapa unsur
pokok, yaitu :
-          Pertama, kepemimpinan mempunyai nuansa yang mengarah kepada kemampuan individu.
-          Kedua, kepemimpinan merupakan kualitas hubungan interaksi antara si pemimpin dengan pengikutnya (yang dipimpinnya) dalam situasi tertentu.
-          Ketiga, kepemimpinan menggantungkan diri pada sumber-sumber yang ada dalam dirinya (kemampuan dan kesanggupan) untuk mencapai tujuan.
-          Keempat, kepemimpinan diarahkan untuk mewujudkan keinginan si pemimpin walaupun akhirnya juga mengarah pada tujuan organisasi.
-          Kelima, kepemimpinan lebih bersifat hubungan personal yang terpusat pada diri si pimpinan, pengikut dan situasi (Pamudji, 1985)
Dilihat dari jenisnya, konsep kepemimpinan dapat dikatagorikan dalam 2 kelompok besar,
 yaitu kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal. Kepemimpinann formal, lebih mengarah pada hal-hal yang bersifat birokrasi dan berkaitan erat dengan negara maupun pemerintahan. Sedangkan kepemimpinan informal, lebih mengacu pada adanya pengakuan yang tidak tertulis dalam suatu komunitas masyarakat, terhadap individu tertentu, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan/alasan-alasan tertentu pula. Dalam konteks ini, nilai-niali kharismatik yang baik yang di ukur dari sisi agama, budaya, maupun sosial ekonomi lebih berperan dominan. Oleh sebab itu, dalam katagori ini pemimpin tradisional kita sering mendengar istilah pemimpin agama, pemimpin suku ataupun sebutan lain yang lebih mengarah pada personifikasi individu. Mereka sering juga disebut sebagai pemimpinan tradisonal.
Dari beberapa definisi diatas, terlihat bahwa kepemimpinan akan selalu dikaitkan dengan pembawaan pribadi (personality), kemampuan (ability) dan kesanggupan (capability) yang mana kesemuanya mengarah pada cirri-ciri dan sifat-sifat tertentu. Menurut Stephen R. Covey dalam bukunya “Principle Centered Leadership”, berpendapat bahwa seorang pemimpin harus mempunyai prinsip-prinsip yang dianggap benar, dalam menentukan arah kepemimpinannya. Lebih jauh, ia mengatakan ada 8 ciri-ciri pemimpin yang berprinsip, yaitu :
1. Mereka terus belajar
Pemimpin yang berprinsip menganggap hidupnya sebagai proses belajar yang tiada henti untuk mengembangkan lingkaran pengetahuannya. Di saat yang sama, mereka juga menyadari betapa lingkaran ketidaktahuan mereka juga membesar. Mereka terus belajar dari pengalaman. Mereka tidak segan mengikuti pelatihan, mendengarkan orang lain, bertanya, ingin tahu, meningkatkan ketrampilan dan minat baru.
2. Mereka berorientasi pada pelayanan
Pemimpin yang berprinsip melihat kehidupan ini sebagai misi, bukan karir. Ukuran keberhasilan mereka adalah bagaimana mereka bisa menolong dan melayani orang lain. Inti kepemimpinan yang berprinsip adalah kesediaan untuk memikul beban orang lain. Pemimpin yang tidak mau memikul beban orang lain, akan menemui kegagalan. Tidak cukup memiliki kemampuan intelektual, pemimpin harus mau menerima tanggung jawab moral, pelayanan dan sumbangsih.
3. Mereka memancarkan energi positif
Secara fisik, pemimpin yang berprinsip memiliki air muka yang menyenangkan dan membahagiakan. Mereka optimis, positif, bergairah, antuasias, penuh harap dan mempercayai. Mereka memancarkan energi positif yang akan mempengaruhi orangorang sekitarnya. Dengan energi itu, mereka selalu tampil sebagai juru damai, penengah untuk menghadapi dan membalikkan energi destruktif menjadi positif.
4. Mereka mempercayai orang lain
Pempimpin yang berprinsip mempercayai orang lain. Mereka yakin orang lain mempunyai potensi yamg tidak tampak. Namun tidak bereaksi secara berlebihan terhadap kelemahan-kelemahan manusiawi. Mereka tidak merasa hebat saat menemukan kelemahan orang lain. Ini membuat mereka tidak naïf.
5. Mereka hidup seimbang
Pemimpin yang berprinsip bukan ekstrimis. Mereka tidak menerima atau menolak sama sekali. Mereka sadar dan penuh pertimbangan dalam tindakannya. Ini membuat mereka seimbang, tidak berlebihan, mampu menguasai diri dan bijak. Sebagai gambaran, mereka tidak gila kerja, tidak fanatik, tidak menjadi budak rencanarencana. Dengan demikian mereka jujur pada diri sendiri, mau mengakui kesalahan dan melihat keberhasilan sebagai sebuah hal yang berdampingan dengan kegagalan.
6. Mereka melihat hidup sebagai sebuah petualangan
Pemimpin yang berprinsip, menikmati hidup. Mereka melihat hidup ini selalu sebagai sesuatu yang baru. Mereka siap menghadapi karena rasa aman mereka datang dalam diri sendiri, bukan dari luar. Mereka menjadi penuh kehendak, inisiatif, kreatif, berani, dinamis dan cerdik. Karena berpegang pada prinsip. Mereka tidak mudah dipengaruhi namun fleksibel dalam menghadapi hampir semua hal. Mereka benarbenar menjalani kehidupan yang berkelimpahan.
7. Mereka sinergik
Pemimpin yang berprinsip itu sinergik. Mereka adalah katalis perubahan. Setiap situasi yang dimasukinya, selalu diupayakan menjadi lebih baik. Karena itu, mereka selalu produktif dan menemukan cara-cara baru (kreatif). Dalam bekerja mereka menawatkan pemecahan sinergisik, pemecahan yang memperbaiki dan memperkaya hasil, bukan sekedar kompromi dimana masing-masing pihak hanya memberi dan menerima sedikit.
8. Mereka berlatih untuk memperbaruhi diri.
Pemimpin yang berprinsip secara teratur melatih empat dimensi kepribadian manusia : fisik, mental, emosi dan spiritual. Mereka selalu memperbaruhi diri secara bertahap. Dan ini membuat diri dan karakter mereka kuat, sehat dengan keinginan untuk melayani.
Dari delapan cirri kepeimpinan yang berprinsip ini, maka pada hakekatnya seorang
pemimpin harus memilki kriteria-kriteria sbb :
1. Bisa mengambil keputusan secara tepat, cepat namun tetap rasional.
2. Bisa memberi “rasa aman” kepada para bawahannya.
3. Mampu memberikan arahan sebagai pedoman bagi yang lainnya.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi yang memadai baik secara vertikal maupun
horisontal.
5. Berpenampilan (performace) baik, termasuk gaya dalam berpenampilan maupun
berkomunikasi.

2.3 MODEL KEPEMIMPINAN JALUR
Model Kepemimpinan Jalur Tujuan (path-goal leadhership) meyakini bahwa pekerjaan pemimpin adalah untuk menciptakan lingkungan kerja melalui struktur, dukungan dan imbalan yang membantu para pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Dua peran penting yang diperlukan adalah menciptakan orientasi tujuan dan meningkatkan jalur untuk mencapai tujuan.

2.4 GAYA DAN POLA KEPEMIMPINAN
Setiap orang memiliki gaya dan pola yang berbeda dalam menerapkan model kepemimpinan, tergantung dari bentuk organisasi, tujuan, situasi dan kondisi yang adaserta karakteristik individual sang pemimpin. Gaya kepemimpinan (leadership style) sendiri mengacu pada pola tindakan pemimpin secara keseluruhan, seperti yang dipersepsikan oleh para bawahannya. Gaya kepemimpinan itu sendiri mewakili filsafat, ketrampilan dan sikap pemimpin. Gaya kepemimpinan itu secara khas digunakan dalam kombinasi tertentu dan   kepemimpinan terbagi dalam empat katagori, yaitu : Gaya Autokratik, Gaya Partisipatif,
Gaya Bebas Kendali dan Gaya Kontingensi.
a. Gaya Kepemimpinan Autokratik
Gaya kepemimpinan autokratik lebih memusatkan kekuasaan dalam pengambilan keputusan pada diri sendiri. Mereka mempunyai wewenang dan tanggung jawab sepenuhnya dalam menata situasi kerja yang rumit bagi para bawahannya. Gaya ini sering memuaskan sang pemimpin, memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat, memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten dan menyediakan rasa aman dan keteratutan bagi para bawahannya. Kelemahannya, Gaya ini tidak disukai para bawahannya, terutama apabila mencapai sesuatu titik yang menimbulkan rasa takut dan keputusasaan.
b. Gaya Kepemimpinan Partisipatif.
Pemimpin partisipatif, mendesentralisasikan wewenang yang dimilikinya. Keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak, karena timbul dari konsultasi dengan para bawahannya. Para bawahan memperoleh informasi-informasi dari pemimpin tentang kondisi yang mempengaruhi pekerjaan mereka dan didorong untuk mengungkapkan gagasan dan saran.
c. Gaya Kepemimpinan Bebas Kendali
Gaya kepemimpinan Bebas Kendali, menghindari kuasa dan tanggung jawab. Pemimpin hanya memainkan peran kecil dan mereka bergantung pada kelompok untuk menetapkan tujuan dan memanggulangi masalah sendiri. Gaya kepemimpinan ini, memungkinkan berbagai unit organisasi yang berbeda maju dengan tujuan yang bertentangan, sehingga dapat menimbulkan kekacauan.
d. Gaya Kepemimpinan Kontingensi
Gaya kepemimpinan Kontingensi ini menyatakan bahwa semua gaya kepemimpinan, tidak selamanya merupakan gaya yang terbaik. Gaya kepemimpinan mana yang paling sesuai, bergantung pada situasi dan kondisi dimana pemimpin bekerja. Keefektifan pemimpin ditentukan oleh interaksi antara orientasi pegawai dengan tiga variabel tambahan yang berkaitan dengan pengikut, tugas dan organisasi, yaitu :
1. Hubungan antara yang memimpin dan yang dipimpin, ditentukan oleh adanya
pengakuan pada pemimpin oleh yang dipimpin.
2. Struktur tugas
3. Kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin

2.5 FUNGSI DAN TIPE KEPEMIMPINAN
Dalam upaya mewujudkan kepemimpinan yang efektif, maka kepemimpinan tersebut harus dijalankan sesuai dengan fungsinya. Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Hadari Nawawi (1995:74), fungsi kepemimpinan berhubungn langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada didalam, bukan berada diluar situasi itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian didalam situasi sosial kelompok atau organisasinya.
Fungsi kepemimpinan menurut Hadari Nawawi memiliki dua dimensi yaitu:
1. Dimensi yang berhubungan dengan tingkat kemampuan mengarahkan dalam tindakan atau aktifitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinya.
2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijakan pemimpin. Sehubungan dengan kedua dimensi tersebut, menurut Hadari Nawawi, secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu:
1. Fungsi Instruktif.
Pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Sehingga fungsi orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah.
2. Fungsi konsultatif.
Pemimpin dapat menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan manakala pemimpin dalam usaha menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya.
3. Fungsi Partisipasi.
Dalam menjalankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinya, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dlam melaksnakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai dengan posisi masing-masing.
4. Fungsi Delegasi
Dalam menjalankan fungsi delegasi, pemimpin memberikan pelimpahan wewenang membuat atau menetapkan keputusan. Fungsi delegasi sebenarnya adalah kepercayaan seorang pemimpin kepada orang yang diberi kepercayaan untuk pelimpahan wewenang dengan melaksanakannya secara bertanggungjawab. Fungsi pendelegasian ini, harus diwujudkan karena kemajuan dan perkembangan kelompok tidak mungkin diwujudkan oleh seorang pemimpin seorang diri.
5. Fungsi Pengendalian.
Fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif harus mampu mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuana bersama secara maksimal. Dalam melaksanakan fungsi pengendalian, pemimpin dapat mewujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.

2.6 KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI SOSIAL
Setiap individu merupakan bagian dari kelompok, karena didalam kelompok tersebut ia dipengaruhi oleh orang lain dan oleh lingkungannya, namun sekaligus ia juga mempengaruhi orang lain dan lingkungan sekitarnya. Sehubungan dengan hal tersebut kehadiran manusia lain merupakan hal yang mutlak diperlukan untuk melestarikan hidupnya dan mengembangkan diri. Karena dalam suatu kelompok individu selalu berkomunikasi dan saling memberikan pengaruhnya kepada individu lain ditengah kelompoknya. Berdasarkan hal tersebut peran kepemimpinan merupakan suatu hal yang penting dalam rangka mengembangkan kelompok.
Kelompok menurut kartini Kartono (1994:98) adalah kumpulan yang terdirii dari dua atau lebih individu, dan kehadiran masing-masing individu mempunyai arti serta nilai, dan ada dalam situasi saling mempengaruhi. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka unsur esensial didalam kelompok adalah saling ketergantungan denagn angota laiannya. Yaitu saling ketergantungan, dalam mana setiap individu harus bekerja sama dengan orang lain, dan harus selalu mengingat keberadaan dan kepentingan orang lain. Di dalam kelompok masing-masing anggota saling menjaga kekompakan. Menurut Kartini Kartono, longgar atau kompaknya ketergantungan para anggota kelompok ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:
1. Besarnya anggota kelompok.
2. Tujuan yang hendak dicapai bersama.
3. Bentuk organisasi yang telah dibangun.
4. Intimitas para anggota satu terhadap yang lain.
Sehubungan dengan keberadaan individu-individu dalam kelompok dimana saling mempengaruhi dan saling mendorong dalam upaya mencapai tujuan. Maka menurut Kartini Kartono (1994:99) ciri-ciri individu didalam kelompok antara lain:
1. Dinamis, selaalu bergerak dan berubah, beraneka ragam gerakannya dan bebas.
2. Mempunyai potensi, kesanggupan dan kemungkinan untuk melakukan bermacam-macam aksi atau perbuatan dan peristiwa.
3. Menanggapi orang lain sebagai maklhuk sejenis , sebagai sesama hidup, dan sebagai subyek yang sederajat.
4. Interaksi dan partisipasi masing-masing anggota kelompok sangat berkaitan dengan: meningkatnya emosi dan sentimen-sentimen dalam mencapai pemuasan harapan, berkaitan dengan semakin jelasnya norma-norma kelompok.
Fungsi kelompok bagi individu:
1. Kelompok memberikan wadah sosial dan ruang hidup psikologis kepada individu, sehingga memunculkan rasa menjadi anggota dari satu kelompok, untuk berprestasi dan bekerjasama dengan orang lain.
2. Menjadi kader referensi untuk mengaitkan diri, sehingga muncul loyalitas, kesetiakawanan, dan semangat kelompok.
3. Memberikan rasa aman, sehingga orang merasa betah dan kerasan didalamnya.
4. Memberikan status sosial kepada individu, sehingga dia merasa dihargai, diakui, diterima merasa mendapat posisi sosial dan penghargaan dari lingkungannya.
5. Memberikan ideal-ideal, cita-cita, tujuan-tujuan tertentu dan asas-asas perjuangan bagi hidupnya.
6. Kelompok dijadikan alat atau wahana untuk mencapai cita-cita hidupnya, dan untuk membangun bersam-sama.
7. Didalam kelompok, individu merasa menjadi satu bagian dari kelompok.
Oleh karena individu dalam kelompok timbul suatu kekuatan saling pengaruh mempengaruhi diantara sesama anggota dan pemimpin. Maka akan muncul dinamika kelompok dalam wujud bermacam-macam usha dan tingkah laku. Untuk menggerakkan dinamika kelompok tersebut dibutuhkan seseorang pemimpin yang berkualitas kemampuannya dibandingkan anggota lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, Kartini Kartono (1994:102) mengemukakan tujuh tugas kepemimpinan dalam kelompok sebagai berikut:
1. Memelihara struktur kelompok, menjamin interaksi yang lancar dan memudahkan pelaksanan tugas-tugas.
2. Mensinkronkan idelogi, ide, pikiran dan ambisi anggota-anggota kelompok dengan pola keinginan pemimpin.
3. Memberikan rasa aman dan status yang jelas kepada setiap anggota, sehingga mereka bersedia memberikan partisipasi penuh.
4. Memanfaatkan dan mengoptimalkan kemampuan, bakat, dan produktifitas semua anggota kelompok untuk berkarya dan berprestasi.
5. Menegakkan peraturan, larangan, disiplin, dan norma-norma
kelompok agar yercapai kepaduan atau kohesifenes kelompok, meminimalisisr konflik dan perbedaan-perbedaan.
6. Merumuskan nilai-nilai kelompok dan memilih tujuan-tujuan kelompok, sambil menentukan sarana dan cara-cara operasional guna mencapainya.
7. Mampu memenuhi harapan, keinginan dan kebuthan-kebutuhan para anggota, sehingga mereka puas. Juga membantu adaptasi anggota terhadap tuntutan-tuntutan eksternal ditengah masyarakat, dan memecahkan kesulitan-keulitan hidup anggota kelompok.
Berdasarkan uraian tersebut, keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya diukur dari keberhasilannya dalam menggerakkan individu-individu untuk berbuat saja, tetapi terutama sekali pada kemampuannya untuk menggerakkan kelompok sebagai totalitas. Sehingga kelompok dapat berkembang dan mencapai tujuan bersama.

2.7 CONTOH AKTIVITAS SOSIAL DALAM MASYARAKAT BALI
Balaganjur adalah sebuah orkestra tradisional Bali yang memiliki perangai keras, didominasi oleh alat-alat perkusi dalam bentuk lepas. Ciri yang sangat menonjol untuk menentukan identitas. Balaganjur bahwa umumnya dimainkan sambil berjalan kaki untuk mengiringi kegiatan-kegiatan tertentu yang sifatnya prosesi. Balaganjur terbentuk dari berbagai jenis alat dengan “warna” suara yang beraneka ragam. Kendati demikian, semua jenis alat tersebut masih memiliki kesamaan dari cara memainkannya yaitu dengan cara dipukul (Sugiartha, 1996:31).
Secara fisik Balaganjur didominasi oleh instrumen-instrumen berpencon, bentuk instrumen-instrumen tersebut pada dasarnya sama, hanya saja terdapat perbedaan ukuran besarkecil setiap bagian instrumen. Alat-alat yang menjadi kesatuan barungan Balaganjur dapat dikelompokkan menjadi kelompok instrumen pemegang melodi, kelompok instrumen pemberi ornamentasi, kelompok instrumen pemurba irama dan kelompok instrumen pengatur matra. Kelompok instrumen pemegang melodi, dimainkan oleh enam orang penabuh (pemain gamelan); empat orang pemain reyong dan dua orang sebagai pemain ponggang. Instrumen pemberi ornamentasi yaitu cengceng kopyak, pemainnya tidak tetap antara enam sampai duabelas orang. Kelompok instrumen pemurba irama yaitu dua buah kendang (lanang-wadon) dimainkan oleh dua orang. Instrumen pengatur matra; meliputi dua buah gong (lanang-wadon) dimainkan oleh seorang penabuh, sebuah tawa-tawa, sebuah kempli, sebuah kempul dan sebuah bende yang masing-masing dimainkan oleh seorang penabuh. Karena Balaganjur adalah musik prosesi, maka diperlukan tenaga tambahan yang membantu membawakan gong empat orang, kempul satu orang dan bende satu orang. Jadi secara keseluruhan penabuh yang diperlukan untuk mendukung penyajian Balaganjur antara 25 sampai 35 orang.
Balaganjur merupakan salah satu wujud kesenian yang hingga sekarang masih mencerminkan karya seni yang adiluhung, sehingga harus dilestarikan keberadaannya. Namun demikian kedudukan Balaganjur akhir-akhir ini telah menghadapi masalah yang dapat dikatakan dilematis, meskipun tidak secara keseluruhan meng-anggap demikian. Pada satu pihak merisaukan bahwa Balaganjur tengah terancam nilai-nilai keasliannya, disisi lain justru keberadan Balaganjur semakin kokoh, kendatipun ditengah-tengah gelombang modernisasi yang begitu pesat.
Kesenian seperti Balaganjur adalah salah satu unsur kebudayaan memiliki wujud dan peran yang sangat menonjol dalam mengisi tujuan, yang berorientasi kepada pelestarian nilai-nilai budaya. Sebagai bagian dari kebudayaan kesenian merupakan simbol dari masyarakat dan mengandung nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat. Tema-tema yang diangkat sebagai isi dari kesenian itu pada dasarnya bersumber dari kehidupan masyarakat. Hakekat hidup orang Bali yang berpedoman pada hukum karma phala, sikap hidup yang berorientasi pada dualisme; baik dan buruk, sangat berpengaruh terhadap kesenian Bali (Bandem,1996:33). Tema-tema kesenian Bali sebagian besar berangkat dari dualisme tersebut sehingga muncul norma dan etika yang kuat serta mengandung makna tertentu bagi setiap pertunjukan kesenian. Makna penyajian seperti Balaganjur sangat bergantung pada fungsinya. KetikaBalaganjur berfungsi melengkapi pelaksanaan ritual keagamaan Balaganjur memiliki makna religius dan ketika Balaganjur mengalami sekularisasi yang berorientasi seni presentasi estetis, Balaganjur mengalami perkembangan makna yang mengarah kepada makna profan.

Makna Solidaritas dalam balaganjur
Sebagai media berkesenian ternyata Balaganjur dapat mengukuhkan nilai-nilai solidaritas dari masyarakat pendukungnya. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan agama maka
dibentuklah organisasi-organisasi yang bergerak dibidang seni yang mengelola suatu barungan gamelan yang disebut sekaa. Sekaa merupakan unit organisasi terkecil di masyarakat yang anggota-anggotanya berasal dari sebagian anggota tingkat banjar, tingkat desa atau berasal dari kelompok masyarakat yang lebih luas. Adanya rasa kebersamaan yang dialami oleh sekaa tersebut, secara implisit tercermin pada tatanan orkestrasi di dalam gamelan itu sendiri. Dalam barungan Balaganjur terdapat berjenisjenis alat dengan bentuk serta fungsinya masing-masing yang saling ketergantungan. Hubungan yang spesifik ini mengandung makna solidaritas, dan dalam lingkup yang lebih luas menyimpan nilai-nilai kehidupan untuk melahirkan rasa kebersamaan, keterbukaan, kemandirian, kepemimpinan dan rasa pengabdian.
1) Rasa kebersamaan
Dalam bermain Balaganjur perlu menumbuhkan sikap yang luwes, yang secara tidak langsung dapat mendidik masyarakat untuk melahirkan rasa komunitas yang tinggi. Gendinggending yang dipelajari bersama, kekurangan serta kelebihannya diselesaikan secara musyawarah. Seorang penabuh Balaganjur dituntut ke-trampilannya dan mampu mengadakan koordinasi dengan penabuh yang lain. Lebih-lebih dalam gamelan Bali belum adanya partitur seperti dalam musik Barat. Dalam proses ini diperlukan pemahaman terhadap rasa kebersamaan untuk tercapainya penyajian yang sempurna.
2) Keterbukaan
Dalam belajar memainkan gamelan Balaganjur para penabuh memiliki sifat keterbukaan
untuk saling menerima dan saling memberikan. Belajar gamelan secara imitasi, meniru satu sama lain adalah membuka pikiran para penabuh untuk menghayati fungsi dan tanggung jawabnya yang masing-masing berbeda, tanpa perlu menumbuhkan perasaan superiority dan inperiority.
3) Kemandirian
Para penabuh yang sudah menguasai gending diharapkan mampu menumbuhkan rasa percaya diri tidak tergantung atau dapat dipengaruhi oleh orang lain. Karena kemampuan seorang penabuh akan berpengaruh besar terhadap penyajian sebuah gending. Penabuh diharapkan mempunyai sikap mandiri yang diatur oleh prinsip-prinsip orkestrasi dan komposisi.
4) Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam bermain Balaganjur, tidak semata-mata didasarkan atas kemampuan individu tetapi atas dasar peranan dan fungsi masing-masing. Seorang pemain “pemegang melodi” bertanggung jawab terhadap jalannya melodi gending, serta seorang pemain “pemberi ornamentasi” bertanggung jawab terhadap permainan ornamentasi gending. Sedangkan dalam penyajian se-buah gending dipimpin oleh kelompok instrumen pemurba irama yaitu seorang pemain kendang yang selalu memperhatikan dan tidak terlepas dengan permainan mat sebagai tanggung jawab pemain tawa-tawa dalam kelompok instrumen “pengatur matra”.
5) Rasa Pengabdian
Terwujudnya gending Balaganjur sebagai sebuah ungkapan karya seni harus
dipersembahkan, baik untuk kepentingan upacara keagamaan ataupun untuk kepentingan sosial lainnya. Dengan dedikasi yang tinggi, Balaganjur dipertunjukkan sebagai rasa pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Para penabuh me-nyerahkan diri secara tulus demi suatu kepercayaan yang mereka yakini. Selain untuk mengekspresikan naluri berkesenian, penyajian Balaganjur oleh para penabuh atau pendukungnya, pada intinya merupakan wujud rasa pengabdian bagi kehidupan



BAB III
PENUTUP


3.1 KESIMPULAN
Jadi dari penjelasan diatas, aktivitas sosial berhubunan dengan pengorganisasian dalam komunitas dan kepemimpinan. Dari pengorganisasian dan kepemimpinan bisa muncul / diadakanya aktivitas sosial dalam mayarakat. Karena dalam aktivitas masyarakat mesti terdapat seorang pemimpin atau organisasi yang mengawali dan memimpin kegiatan tersebut. Dimana yang dimaksud dengan Pengorganisasian komunitas adalah pengembangan komunitas yang menekankan pada pembangunan kesadaran kritis anggotanya dan penggalian potensi komunitas sehingga dapat muncul suatu organisasi yang mampu menjangkau seluruh lapisan komunitas. Sedangkan kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.







DAFTAR PUSTAKA

Abdul Syani, 1987. Sosiologi, Kelompok dan Masalah Sosial. Penerbit: Fajar Agung, Jakarta.
___________, 1994. Sosiologi, Skematika Teori dan Terapan. Penerbit: PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Abu Ahmadi, 1985. Sosiologi. Penerbit: PT. Bina Ilmu, Surabaya.
Athur Hilman, 1951. Community Organization and Planning. The Mac Millan Company, New York.
David Berry, 1981. Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi, disunting dan dihantar oleh: Paulus Wirutomo, CV. Rajawali, Jakarta.
Hassan Shadily, 1983. Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia. Penerbit: PT. Bina Aksara, Jakarta.
Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta.
Maurice Duverger, 1982. Sosiologi Politik, Terjemahan: Daniel Dhakidae, CV. Rajawali, Jakarta.
Soedjono Dirdjosisworo, 1985. Asas-asas Sosiologi. Penerbit: Armico, Bandung.
Soerjono Soekanto, 1982. Sosiologi Suatu Pengantar, CV. Rajawali, Jakarta.
Soerjono Soekanto, 1983. Pribadi dan Masyarakat. Penerbit: Alumni, Bandung.
Soleman B. Taneko, 1984. Struktur dan Proses Sosial Suatu Pengantar Sosiologi

Pembangunan, CV. Rajawali, Jakarta. W.J.S. Poerwadarminta, 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Penerbit: Balai Pustaka, jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar

Cube Test

BTemplates.com

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Label 2

Popular Posts

Blog Archive