ARTIKEL
JALAN NAFAS
DOSEN : P. IMRON
DISUSUN
OLEH :ELLA
LAILA RIZKYYAH (1211010103)
POLTEKKES
MAJAPAHIT MOJOKERTO
PRODI
D3 KEBIDANAN
TAHUN
AJARAN 2012 -201
JALAN
NAFAS
ANATOMI
JALAN NAFAS
Secara sistem, jalan nafas dimulai dari bagian luar yaitu mulut dan hidung kemudian berakhir di alveolar. Pemahaman mengenai anatomi jalan nafas dapat membantu penatalaksanaan pasien selama periode operatif. Pada bagian berikutnya akan dilakukan peninjauan mengenai dasar anatomi jalan nafas dan fungsionalnya. Anatomi jalan nafas akan didiskusikan dalam beberapa bagian yaitu jalan nafas supraglotis, laring dan jalan nafas subglotis.
Jalan Nafas Supraglotis
Hidung
Hidung berfungsi melembabkan dan menghangatkan udara saaat udara masuk kedalam hidung. Udara yang masuk dari hidung dibatasi dengan ukuran dari turbin pada lubang hidung, dimana didalamnya banyak terdapat pembuluh darah, sehingga pada pemasukan endotracheal tube atau bronchoscope melalui hidung dapat menyebabkan banyak perdarahan. Septum nasal kadang berdeviasi pada beberapa orang sehingga menyebabkan salah satu lubang hidung akan menyempit dibandingkan dengan sisi sebelahnya. Nasofaring kemudian terbuka dan menyambung dengan orofaring. Cabang dari Nervus V yang akan menginervasi sensorik pada hidung.
Secara sistem, jalan nafas dimulai dari bagian luar yaitu mulut dan hidung kemudian berakhir di alveolar. Pemahaman mengenai anatomi jalan nafas dapat membantu penatalaksanaan pasien selama periode operatif. Pada bagian berikutnya akan dilakukan peninjauan mengenai dasar anatomi jalan nafas dan fungsionalnya. Anatomi jalan nafas akan didiskusikan dalam beberapa bagian yaitu jalan nafas supraglotis, laring dan jalan nafas subglotis.
Jalan Nafas Supraglotis
Hidung
Hidung berfungsi melembabkan dan menghangatkan udara saaat udara masuk kedalam hidung. Udara yang masuk dari hidung dibatasi dengan ukuran dari turbin pada lubang hidung, dimana didalamnya banyak terdapat pembuluh darah, sehingga pada pemasukan endotracheal tube atau bronchoscope melalui hidung dapat menyebabkan banyak perdarahan. Septum nasal kadang berdeviasi pada beberapa orang sehingga menyebabkan salah satu lubang hidung akan menyempit dibandingkan dengan sisi sebelahnya. Nasofaring kemudian terbuka dan menyambung dengan orofaring. Cabang dari Nervus V yang akan menginervasi sensorik pada hidung.
Faring
Ruang pada bagian posterior rongga mulut dapat dibagi dalam nasofaring, orofaring, dan hipo faring. Jaringan limfoid pada sekitar faring dapat mempersulit proses intubasi dengan endotracheal tube karena jaringan tersebut menutupi jalan masuk. Otot internal dari faring membantu proses menelan dengan mengangkat palatum. Sedangkan otot eksternalnya merupakan otot konstriktor yang membantu mendorong makanan masuk kedalam esophagus. Gerakan otot ini dapat mempengaruhi jalan masuk dari endotracheal tube pada pasien yang akan dilakukan intubasi sadar ataupun pada pasien yang teranestesi ringan. Persarafan sensorik dan motorik dari faring berasal dari Nervus Kranial IX kecuali pada Muskulus Levator Veli Palatini yang dipersarafi oleh Nervus Kranial V.
Penyumbatan jalan nafas dapat terjadi pada daerah faring. Ini terjadi pada saat timbulnya pembengkakan yang akan membatasi masuknya udara. Penyumbatan tersebut terjadi pada daerah Palatum Molle yang kemudian menepel pada dinding nasofaring. Contoh lidah dapat jatuh kebelakang dan kemudian akan menyumbat jalan nafas dengan menempel pada dinding posterior orofaring. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien yang tersedasi dan teranestesi ataupun pada pasien sewaktu tidur. Penyumbatan terjadi akibat penurunan tonus otot dan penurunan fungsi lumen faring. Pada pasien yang bernafas spontan, penurunan fungsi lumen jalan nafas dapat berhubungan dengan meningkatnya frekuensi respirasi dan menghasilkan jumlah tekanan negatif yang besar dibawah tingkat obstruksi. Keadaan ini dapat menjadi lebih buruk dengan penyumbatan yang timbul akibat adanya tekanan negatif yang menekan jaringan lunak ke daerah yang kolaps. Permasalahan seperti ini terdapat pada pasien dengan obstuktive sleep apnea.
Laring
Laring memiliki bentuk yang rumit yang berfungsi yaitu melindungi jalan nafas bawah, sebagai salah satu organ untuk fonasi, dan membantu proses pernafasan. Semua fungsi tersebut bergantung pada proses interaksi antara kartilago, tulang, dan jaringan lunak yang merupakan komponen dari faring dan laring. Laring memiliki 9 kartilago yaitu Epiglotis, Tiroid, Krikoid, Sepasang Aritenoid, Sepasang Cuneiformis dan Sepasang Corniculata. Laring memiliki otot-otot ekstrinsik dan intrinsik. Persarafan sensorik dan motorik dari jalan nafas bagian atas juga banyak.
Laring memiliki bentuk yang rumit yang berfungsi yaitu melindungi jalan nafas bawah, sebagai salah satu organ untuk fonasi, dan membantu proses pernafasan. Semua fungsi tersebut bergantung pada proses interaksi antara kartilago, tulang, dan jaringan lunak yang merupakan komponen dari faring dan laring. Laring memiliki 9 kartilago yaitu Epiglotis, Tiroid, Krikoid, Sepasang Aritenoid, Sepasang Cuneiformis dan Sepasang Corniculata. Laring memiliki otot-otot ekstrinsik dan intrinsik. Persarafan sensorik dan motorik dari jalan nafas bagian atas juga banyak.
Struktur Laring
Bentuk struktur laring terdapat pada gambar 6-1. Tulang Hyoid akan menggantung pada laring dan menempel pada tulang Temporal melalui ligament Stylohyoid.
Interior
Laring
Bagian dalam laring merupakan struktuk bentuk yang rumit juga. Lekukan pada laring dari faring berbentuk hampir tegak lurus. Rongga laring dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Vestibula memanjang dari lengkung laring kearah lipatan vestibular yang disebut sebagai pita suara palsu. Ventrikel laring memanjang dari pita suara palsu sampai ke pita suara asli. Daerah antara pita suara saat menutup dan kartilago Aritenoid disebut Rima Glotis. Bagian ini adalah bagian yang paling dangkal dari jalan nafas atas pada orang dewasa. Infraglotis laring memanjang dari pita suara sampai bagian atas trakea dibatasi oleh membrane Cricotiroid dan kartilago Krikoid. Daerah ini adalah daerah yang paling dangkal pada jalan nafas anak (gambar 6-2).
Bagian dalam laring merupakan struktuk bentuk yang rumit juga. Lekukan pada laring dari faring berbentuk hampir tegak lurus. Rongga laring dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Vestibula memanjang dari lengkung laring kearah lipatan vestibular yang disebut sebagai pita suara palsu. Ventrikel laring memanjang dari pita suara palsu sampai ke pita suara asli. Daerah antara pita suara saat menutup dan kartilago Aritenoid disebut Rima Glotis. Bagian ini adalah bagian yang paling dangkal dari jalan nafas atas pada orang dewasa. Infraglotis laring memanjang dari pita suara sampai bagian atas trakea dibatasi oleh membrane Cricotiroid dan kartilago Krikoid. Daerah ini adalah daerah yang paling dangkal pada jalan nafas anak (gambar 6-2).
Otot-Otot Laring
Otot-otot ekstrinsik laring bekerjasama dengan bagian laring lainnya untuk bergerak pada proses menelan. Otot-otot ini termasuk Sternohyoid, Sternothyroid, Thyrohyoid, Thyroepiglottis, Stylopharingeus, dan Konstriktor Pharingeal Inferior. Otot-otot dalam laring meng aduksi pita suara untuk menutup pada saat menelan dan abduksi pada saat inspirasi serta mengubah tegangan pada pita suara selama proses fonasi. Otot-otot dari laring ini adalah :
Oblique Arytenoid ; Menutup Rima Glotis.Ø
Tranverse Arytenoid ; Adduksi Arytenoid, menutup Rima Glotis.Ø
Lateral Cricoarytenoid ; Adduksi pita suara.Ø
Posterior Cricoarytenoid ; Abduksi pita suara.Ø
Cricithyroid ; Tegangan pada pita suara.Ø
Thyroarytenoid ; Relaksasi tegangan pada pita suara.Ø
Vocalis ; Relaksasi pita suara.Ø
Penutupan pada laring adalah proses yang penting. Laring dfapat ditutup pada tiga bagian : lipatan Aryepiglottis, pita suara palsu dan pita suara asli. Laring akan menutup selama proses menelan dimana akan terjadi tiga tahap pada proses tersebut : pertama, makanan akan didorong kearah posterior faring oleh lidah, kedua, tahap menelan, proses respirasi akan berhenti, otot palatoglosal berkontraksi dan orofaring tertutup dari nasofaring dan laring dengan kerjasama antara beberapa otot yang menarik laring superior agar epiglottis menutup laring. Pada tahap ketiga proses penelanan makanan yang membawa makanan masuk ke Esophagus.
Jalan
Nafas Subglotis
Jalan nafas subglotis memanjang dari kartilago Cricoid sampai alveolar. Rangkuman lengkap mengenai anatomi ada diluar bab ini, bagaimanapun diskusi-diskusi mengenai anatomi dari bronkus mayor akan dibahas.
Jalan nafas subglotis memanjang dari kartilago Cricoid sampai alveolar. Rangkuman lengkap mengenai anatomi ada diluar bab ini, bagaimanapun diskusi-diskusi mengenai anatomi dari bronkus mayor akan dibahas.
Trachea
Trakea dimulai dari kartilago Cricoid dan memanjang sampai T 5 (Panjang ±10 – 20 cm). Kartilago tracheal adalah cincin yang tidak utuh bulat dengan bagian posterior berbentuk datar tanpa kartilago. Percabangan bronkus ada ke kiri dan ke kanan dimana pada bronkus kanan sudut percabangannya lebih landai pada orang dewasa sehingga pada saat intubasi endotracheal tube lebih mudah masuk ke bronkus kanan.
Bronkus Lobaris
Paru kanan dan kiri mempunyai anatomi lobus yang berbeda (tabel 6-2). Paru kanan mempunyai tiga lobus yaitu atas, tengah dan bawah sementara paru kiri mempunyai dua lobus yaitu atas dan bawah. Tinggi lobus paru kanan lebih tinggi daripada paru kiri. Perbedaan ini berguna pada pembedaan antara kiri dan kanan pada saat dilakukan bronchoscopy.
PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN ANATOMI JALAN NAFAS NORMAL
Penguasaan jalan nafas dengan sungkup dan bag adalah hal yang penting untuk melakukan tindakan anestesi yang aman dan merupakan tindakan dasar yang digunakan untuk melakukan ventilasi pada pasien yang bernafas spontan ataupun pada pasien yang telah diberi pelumpuh otot. Gerakan menyingkirkan lidah dan jaringan lunak lain pada jalan nafas supraglotis anterior akan membantu membuka jalan nafas. Berbagai tindakan tersebut antara lain Chin Lift, Jaw Thrust, Head Tilt dan alat untuk membantu jalan nafas oral ataupun nasal (gambar 6-4).
Kesulitan ventilasi dengan sungkup dapat diperkirakan pada beberapa pasien. Berbagai faktor yang dilaporkan berhubungan dengan kesulitan ventilasi dengan sungkup diantaranya adalah:
Jenggot yang tebal.Ø
Index Massa TubuhØ >26.
Ompong.Ø
UsiaØ >55 tahun.
Riwayat Snoring.Ø
Beerbagai tindakan bantuan untuk melakukan intubasi pasien normal dapat dilakukan untuk mempermudah visualisasi laring. Beberapa hal utama untuk mempersiapkan tindakan untuk membantu intubasi pada pasien dengan anatomi jalan nafas normal adalah fleksi dari leher, cervical bawah dan ekstensi dari kepala pada sendi Atlantooccipital. Posisi ini sering disebut sebagai “Sniffing Position” dan ini adalah cara yang terbaik untuk mengerti mengenai tiga bagian sudut utama pada jalan nafas. Pada jalan nafas orang dewasa, Sudut panjang dari mulut terletak horizontal, pararel dengan lantai pada keadaan berdiri. Sudut panjang dari faring terletak hampir vertical. Sedangkan sudut panjang laring terletak vertical dari arah posterior ke anterior. Penjajaran dari ketiga sudut ini menyebabkan pita suara dapat terlihat dari mulut (Gambar 6-5).
Pasien dengan keterbatasan pergerakan cervical akan
menyebabkan intubasi sulit karena adanya keterbatasan posisi anterior dari
laring.
Penggunaan laryngeal mask airway (LMAs) dapat menjadi alternative untuk penatalaksanaan jalan nafas tipe intermediate. Pada banyak pasien penggunaan LMA dapat digunakan secara aman untuk menggantikan intubasi endotracheal. Ada beberapa aturan mengenai penggunaan LMA untuk penatalaksanaan pasien dengan anatomi jalan nafas yang sulit yang akan dibahas berikutnya. Terakhir, ada beberapa aturan untuk penggunaan LMA dalam keadaan gawat darurat atau kondisi trauma, bahkan jika tindakan tersebut akan dilakukan oleh paramedis.
Penggunaan laryngeal mask airway (LMAs) dapat menjadi alternative untuk penatalaksanaan jalan nafas tipe intermediate. Pada banyak pasien penggunaan LMA dapat digunakan secara aman untuk menggantikan intubasi endotracheal. Ada beberapa aturan mengenai penggunaan LMA untuk penatalaksanaan pasien dengan anatomi jalan nafas yang sulit yang akan dibahas berikutnya. Terakhir, ada beberapa aturan untuk penggunaan LMA dalam keadaan gawat darurat atau kondisi trauma, bahkan jika tindakan tersebut akan dilakukan oleh paramedis.
Pemeriksaan jalan nafas dapat dilakukan dengan
berbagai cara. “The American Society of Anesthesiologist (ASA) Task Force on
Difficult Airway Management” telah mengumumkan pemeriksaan secara ekstensif
untuk menemukan hal-hal yang diwaspadai yang berhubungan dengan kesulitan
intubasi (tabel 6-3). Satu set cara yang berhasil baik untuk dilakukannya
evaluasi terdapat dibawah ini, pasien dengan posisi duduk atau setengah duduk
dinilai:
Lemak Tubuh, terutama distribusinya disekitar leher dan kepala.Ø
Jarak Thyromental, Ruang mandibular, “Saya akan meletakan tangan saya dibawah dagu anda”.Ø
Ø Gigi, bukaan mulut dan ruang oral-faringeal: “Buka mulut anda selebar-lebarnya;”jika skor Mallampati bukan 1 atau 2 pasien disuruh bersuara.
Pergerakan sendi temporomandibular: “ Santai. SekarangØ gerakan dagu anda kedepan sampai gigi bawah anda melebihi gigi atas anda”.
Flexi leher: “ Gerakan kepala anda sampai dagu anda menempel pada dada anda”.Ø
Ø Ekstensi kepala: “ Saya akan meletakan tangan saya dibelakang leher anda, kemudian dorong kepala anda sejauh anda bisa, seolah-olah anda ingin melihat ke langit-langit.
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien dengan posisi sniffing. Jika tidak ada kelainan dalam pemeriksaan maka intubasi akan mudah dilakukan, namun jika dari hasil pemeriksaan abnormal, maka akan dijumpai intubasi sulit. Contohnya Jika pasien dapat memflexikan kepala namun tidak dapat mengekstensikan kepalanya maka laring pada pasien tersebut kemungkinan akan ke anterior. Hal ini sering terjadi pada pasien yang memiliki kelainan degeneratif sendi, rheumatoid arthritis, atau obesitas. Beberapa poin penting untuk diketahui dari literature yaitu:
Pada seorang dokter anestesi yangØ sibuk, tiap tahunnya ia pasti akan menjumpai beberapa pasien dengan kesulitan jalan nafas dan beberapa diantaranya bahkan akan sulit untuk diventilasi.
Prediksi sulit intubasi akan lebih akurat bila semua faktor-faktor yang mempengaruhi sulit intubasi sudah diperiksa.Ø
Ø Pasien dengan riwayat sulit intubasi harus diperlakukan sebagai pasien yang diprediksi untuk intubasi sulit. Beberapa dokter anestesi berpendapat bahwa pasien-pasien seperti ini harus didaftarkan ke kegawat daruratan medis atau sejenisnya.
Jika hasil pemeriksaan pasienØ dalam batas normal maka kemungkinan intubasi akan lebih mudah. Beberapa pasien yang diperkirakan akan sulit diintubasipun akan mudah diintubasi.
Ø Hal penting, pada beberapa pasien yang diperkirakan normal, anatomi jalan nafas normal, dapat menjumpai kesulitan juga. Karena hal-hal tersebut maka dokter anestesi harus selalu siap untuk menangani pasien-pasien dengan anatomi jalan nafas sulit.
Lemak Tubuh, terutama distribusinya disekitar leher dan kepala.Ø
Jarak Thyromental, Ruang mandibular, “Saya akan meletakan tangan saya dibawah dagu anda”.Ø
Ø Gigi, bukaan mulut dan ruang oral-faringeal: “Buka mulut anda selebar-lebarnya;”jika skor Mallampati bukan 1 atau 2 pasien disuruh bersuara.
Pergerakan sendi temporomandibular: “ Santai. SekarangØ gerakan dagu anda kedepan sampai gigi bawah anda melebihi gigi atas anda”.
Flexi leher: “ Gerakan kepala anda sampai dagu anda menempel pada dada anda”.Ø
Ø Ekstensi kepala: “ Saya akan meletakan tangan saya dibelakang leher anda, kemudian dorong kepala anda sejauh anda bisa, seolah-olah anda ingin melihat ke langit-langit.
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien dengan posisi sniffing. Jika tidak ada kelainan dalam pemeriksaan maka intubasi akan mudah dilakukan, namun jika dari hasil pemeriksaan abnormal, maka akan dijumpai intubasi sulit. Contohnya Jika pasien dapat memflexikan kepala namun tidak dapat mengekstensikan kepalanya maka laring pada pasien tersebut kemungkinan akan ke anterior. Hal ini sering terjadi pada pasien yang memiliki kelainan degeneratif sendi, rheumatoid arthritis, atau obesitas. Beberapa poin penting untuk diketahui dari literature yaitu:
Pada seorang dokter anestesi yangØ sibuk, tiap tahunnya ia pasti akan menjumpai beberapa pasien dengan kesulitan jalan nafas dan beberapa diantaranya bahkan akan sulit untuk diventilasi.
Prediksi sulit intubasi akan lebih akurat bila semua faktor-faktor yang mempengaruhi sulit intubasi sudah diperiksa.Ø
Ø Pasien dengan riwayat sulit intubasi harus diperlakukan sebagai pasien yang diprediksi untuk intubasi sulit. Beberapa dokter anestesi berpendapat bahwa pasien-pasien seperti ini harus didaftarkan ke kegawat daruratan medis atau sejenisnya.
Jika hasil pemeriksaan pasienØ dalam batas normal maka kemungkinan intubasi akan lebih mudah. Beberapa pasien yang diperkirakan akan sulit diintubasipun akan mudah diintubasi.
Ø Hal penting, pada beberapa pasien yang diperkirakan normal, anatomi jalan nafas normal, dapat menjumpai kesulitan juga. Karena hal-hal tersebut maka dokter anestesi harus selalu siap untuk menangani pasien-pasien dengan anatomi jalan nafas sulit.
Preparasi
Persiapan yang adekuat untuk menangani pasien dengan jalan nafas yang sulit membutuhkan pengetahuan dan juga perlengkapan yang tepat. Pengetahuan yang dibutuhkan untuk penanganan pasien ini adalah pengetahuan lanjutan yang sama untuk penatalaksanaan semua pasien, kecuali adanya beberapa tambahan tertentu. ASA sudah menetukan beberapa tambahan secara algoritma untuk penatalaksanaan jalan nafas sulit. Algoritma tersebut adalah:
1. Menentukan gejala dan manifestasi klinik dari penatalaksanaan masalah dasarnya :
a. Ventilasi sulit.
b. Intubasi sulit.
c. Kesulitan dengan pasien yang tidak kooperatif.
d. Sulit untuk ditrakeostomi.
2. Secara aktif mencari kesempatan untuk menangani kasus-kasus penatalaksanaan jalan nafas sulit.
3. Mempertimbangkan kegunaan dan hal-hal dasar yang mungkin dilakukan sebagai pilihan penatalaksanaan :
A. Intubasi sadar Versus Intubasi setelah Induksi pada GA.
B. Pendekatan tehnik intubasi non invasif Versus Pendekatan tehnik intubasi invasif.
C. Pemeliharaan ventilasi spontan Versus Ablasi ventilasi spontan.
4. Membuat strategi utama dan alternatifnya
Persiapan yang adekuat untuk menangani pasien dengan jalan nafas yang sulit membutuhkan pengetahuan dan juga perlengkapan yang tepat. Pengetahuan yang dibutuhkan untuk penanganan pasien ini adalah pengetahuan lanjutan yang sama untuk penatalaksanaan semua pasien, kecuali adanya beberapa tambahan tertentu. ASA sudah menetukan beberapa tambahan secara algoritma untuk penatalaksanaan jalan nafas sulit. Algoritma tersebut adalah:
1. Menentukan gejala dan manifestasi klinik dari penatalaksanaan masalah dasarnya :
a. Ventilasi sulit.
b. Intubasi sulit.
c. Kesulitan dengan pasien yang tidak kooperatif.
d. Sulit untuk ditrakeostomi.
2. Secara aktif mencari kesempatan untuk menangani kasus-kasus penatalaksanaan jalan nafas sulit.
3. Mempertimbangkan kegunaan dan hal-hal dasar yang mungkin dilakukan sebagai pilihan penatalaksanaan :
A. Intubasi sadar Versus Intubasi setelah Induksi pada GA.
B. Pendekatan tehnik intubasi non invasif Versus Pendekatan tehnik intubasi invasif.
C. Pemeliharaan ventilasi spontan Versus Ablasi ventilasi spontan.
4. Membuat strategi utama dan alternatifnya
PERLENGKAPAN UNTUK PENATALAKSANAAN JALAN NAFAS SULIT
Jalan Nafas
Dapat berupa oral ataupun nasal, dapat membantu mengubah tidak bisa diventilasi menjadi bisa diventilasi.
Stylets, Intubasi Guides and Bougies
Ini adalah merupakan kawat standar yang digunakan untuk membuat endotracheal tube menjadi kaku, sehingga mempermudah intubasi ke dalam laring. Stylets sangat berguna untuk intubasi pada laring ang lebih ke anterior. Berguna juga untuk membantu proses “Blind Intubasi” dengan transiluminasi pada laring. Stylets untuk intubasi juga didesain untuk ventilasi dengan ujung tengahnya yang dapat membantu membuat “Jet Ventilation” atau membantu verifikasi karbon dioksida pada saat stilet tersebut di letakkan di jalan nafas.
Airway Exchange Catheter
Kateter ini membantu proses oksigenasi dan membantu memantau jumlah karbon dioksida selama pemasangan endotracheal tube. Dapat digunakan bersama dengan “Jet Ventilation” untuk meningkatkan oksigenasi selama pemasangan endotracheal tube.
Specialized Forceps
Forsep ini digunakan untuk memandu proses pemasangan endotracheal tube masuk ke laring atau untuk membantu meretraksi lidah selama intubasi fiberoptic.
Jalan Nafas
Dapat berupa oral ataupun nasal, dapat membantu mengubah tidak bisa diventilasi menjadi bisa diventilasi.
Stylets, Intubasi Guides and Bougies
Ini adalah merupakan kawat standar yang digunakan untuk membuat endotracheal tube menjadi kaku, sehingga mempermudah intubasi ke dalam laring. Stylets sangat berguna untuk intubasi pada laring ang lebih ke anterior. Berguna juga untuk membantu proses “Blind Intubasi” dengan transiluminasi pada laring. Stylets untuk intubasi juga didesain untuk ventilasi dengan ujung tengahnya yang dapat membantu membuat “Jet Ventilation” atau membantu verifikasi karbon dioksida pada saat stilet tersebut di letakkan di jalan nafas.
Airway Exchange Catheter
Kateter ini membantu proses oksigenasi dan membantu memantau jumlah karbon dioksida selama pemasangan endotracheal tube. Dapat digunakan bersama dengan “Jet Ventilation” untuk meningkatkan oksigenasi selama pemasangan endotracheal tube.
Specialized Forceps
Forsep ini digunakan untuk memandu proses pemasangan endotracheal tube masuk ke laring atau untuk membantu meretraksi lidah selama intubasi fiberoptic.
DAFTAR PUSTAKA
1. Safar P, Resusitasi Jantung Paru Otak, diterbitkan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal : 4, 1984.
2. Alkatri J, dkk, Resusitasi Jantung Paru, dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Editor Soeparman, Jilid I, ed. Ke-2, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, hal : 281, 1987.
3. Soerianata S, Resusitasi Jantung Paru, dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Kardiologi, Editor Lyli Ismudiat R, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, hal : 106, 1998.
4. Sunatrio DR, Resusitasi Jantung Paru, Editor
Muchtaruddin Mansyur, IDI, Jakarta, hal : 193.
5. Siahaan O, Resusitasi Jantung Paru Otak, Cermin
Dunia Kedokteran, Edisi Khusus, No. 80, hal : 137-129, 1992.
6. Emergency Medicine Illustrated, Editor Tsuyoshi
Sugimoto, Takeda Chemical Industries, 1985.
7. Mustafa I, dkk, Bantuan Hidup Dasar, RS Jantung
Harapan Kita, Jakarta, 1996.
8. Sunatrio S, dkk, Resusitasi Jantung Paru, dalam
Anesteiologi, Editor Muhardi Muhiman, dkk, Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif FKUI, 1989.
9. Otto C.W., Cardiopulmonary Resuscitation, in
Critical Care Practice, The American Society of Critical Care Anesthesiologists,
1994.
10. Sjamsuhidajat R, Jong Wd, Resusitasi, dalam Buku
Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, hal : 124-119, 1997.
0 komentar:
Posting Komentar